Tentu saja hal itu berlawanan dengan pernyataan para dokter selama ini, kegemukan disalahkan untuk kondisi seperti diabetes yang berlanjut pada penyakit jantung, ginjal,dan saraf. Bahkan, bukti-bukti juga mengatakan, kanker berkaitan dengan peningkatan berat badan.
“Bukti yang mengaitkan obesitas dengan diabetes dan kardiovaskular sangatlah kuat. Diabetes tipe 2 sangat jarang dialami oleh orang yang tidak mengalami obesitas,” tegas Dr James Hill, Direktur Center for Human Nutrition di University of Colorado.
Namun, para ahli yang menentang mengatakan, tidak ada data menjadi gemuk akan berbahaya. Eric Oliver, penulis Fat Politics sekaligus political science professor di University of Chicago, menegaskan tidak ada hubungan sebab-akibat yang meyakinkan.
Menyalahkan obesitas terhadap penyakit diabetes dan serangan jantung, menurut Oliver, seperti menyalahkan kanker paru-paru pada napas buruk dibandingkan kebiasaan merokok. Dia menuturkan, penambahan berat badan dapat menjadi pengalih perhatian, dibandingkan faktor lain seperti olahraga, pola makan atau kecenderungan genetik terhadap penyakit tertentu lebih sulit diukur dibandingkan berat badan.
Seperti pemerintah Inggris yang memperingatkan hampir setengah dari masyarakatnya akan mengalami obesitas pada 2050.
Menurut para ahli yang meragukan ancaman tersebut, masalah utamanya adalah terlalu banyak orang yang dianggap gemuk, disatukan dengan kondisi obesitas atau kelebihan berat badan.
“Berada dalam kondisi yang direndahkan bukanlah kelemahan kesehatan. Sebagian orang yang memiliki kelebihan berat badan mungkin tidak terlihat langsing,tapi mereka dalam kondisi sehat,” tutur Marks.
Seperti didefinisikan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), seseorang yang memiliki indeks massa tubuh atau body mass index melebihi dari 25 dikategorikan kelebihan berat badan. Kemudian, orang yang angka kelebihan indeks massa tubuh hingga 30, dikategorikan obesitas.Sebagian besar ahli sepakat, pengategorian tersebut tidak sempurna.